Cinta yang Tak Mungkin
Kali
ini aku melihatnya lagi, wajah nya tampak berseri sekali. Aku suka wajahnya yang seperti itu. Sambil
menggendong tas nya, diapun memasuki kelas dan menebar senyum manis nya ke
seluruh orang. Akhir-akhir ini aku slalu melihat senyumanya, entah apa yang
membuat nya slalu tersenyum seperti itu. Aku tak peduli yang penting aku bisa menikmati senyuman yang
slalu mengembang diwajah nya setiap pagi.
Namanya Reno, aku suka namanya, aku
suka segala hal yang ada pada dirinya. Apapun itu. Dia slalu sukses
menghipnotis ku setiap ia lewat di depanku, aku akan terdiam dan mematung bak orang
disihir. Aku slalu berharap agar aku dapat menikmati setiap lekuk wajahnya yang
tampan setiap hari. Aaaa! Aku suka dia, tapi aku hanya bisa memendam semua rasa
ini kepadanya, tak ada satu orang pun yang tau bahwa aku menyimpan rasa yang
lebih kepadanya hanya tuhan dan aku yang mengetahui rasa ini. Jika aku diberi
kesempatan, bolehkah aku memilikinya tuhan? Tak ada kata lain, selain harapan
yang slalu kuucapkan tiap kali melihatmu.
Kini dia telah menempati tempat
duduknya yang tepat berada di depanku. Jantungku kembali bereaksi tak jelas ,
detakan nya semakin menjadi berkali-kali aku menarik napas untuk mengontrol
rasa gugup ku yang berlebihan. Aku terus memandangnya dari belakang. Melihat
punggungnya yang tegap dan mengamati setiap gerak-gerik nya dari sini. Itu
semua adalah kebiasaanku sejak lama hingga sekarang. Entah apakah dia tahu atau
tidak tentang kebiasaan ku ini. Aku memang pengecut besar, yang slalu
menguntitnya diam-diam setiap waktu. Biarlah aku menikmati rutinitasku ini, aku
sangat menikmatinya.
Dia berbalik badan. DEG! Aku salah
tingkah, dia menatap ku yang memang sedang memperhatikan nya sedari tadi.
Jantungku lebih cepat berdetak dari yang sebelumnya. Aku bingung apa yang harus
aku lakukan sekarang. Betapa bodoh nya aku saat itu, pasti wajahku sangatlah
konyol sewaktu berhadapan dengan Reno.
Wajahnya kembali menunjukan senyuman
yang membuat ku kembali mematung seperti orang bodoh. Lalu Reno pun membuka
obrolan hangat.
“Aqila?” dia menyapaku, ada berbagai perasaan yang
muncul saat dia menyebutkan namaku.
“I-iya ada apa?” aku gugup! Hanya
kalimat pendek seperti itu yang bisa membalas sapaan lembutnya.
Dia terdiam, tak lagi menjawab.
Berjuta pertanyaan muncul dalam otak ku dan mendesakku untuk menanyakan semua
pertanyaan itu kepada Reno. Tapi semua itu tidak aku lakukan.
Reno
menghela napas panjang, lalu mulut nya terbuka untuk mengatakan sesuatu.
“Gak papa, Cuma lagi bete aja temani
aku ngobrol ya qil” seakan hatiku melompat sambil berteriak kegirangan ketika Reno yang mengajaku sekedar untuk
mengobrol dan menghilangkan rasa jenuhnya.
Aku menjawab ajakan nya “Baiklah”
senyumku mengembang hingga membuat cekungan manis dipipiku.
“Aqilla, kudengar kamu pandai
membuat cerpen ya?”
Aku tercengang kaget, kenapa dia
mengetahui ini, padahal aku menyembunyikan hali ini dari semua orang. “Kok kamu
tahu Ren?”
“Aduhh qila, ya pasti aku tau lahh,
bukan nya kemarin cerpen mu baru saja di temple di madding ?”
‘Oh iya
kenapa aku bodoh sekali, dia memang mebuatku bodoh saat akusedang berhadapan
dengan nya. Aku benar- benar lupa soal itu’ gumamku dalam hati.
“Astaga
aku lupa, aku memang memutuskan untuk menempel cerpenku dimading untuk yang pertama kali, awal nya
aku Cuma iseng ehh ternyata cerpenku dianggap bagus dan boleh ditempel di
madding” jawabku.
“Loh! Kenapa
baru pertama kali?”
“Aku
takut cerpenku dianggap tidak bagus” Aku menjawabnya ragu. Raut wajahnya
berubah, Reno menepuk pelan pundaku. Tangan nya terasa nyaman saat menyentuh
pundak ku.
“Apa
salah nya untuk mencoba qila, tidak seharusnya kamu ragu untuk melakukan
sesuatu kamu harus yakin terhadap suatu hal yang memang itu terbaik untuk kamu.
Menurut pendapatku, cerpenmu bagus ko. Aku suka!” tangan nya masih menempel di pundaku. Dia
menasihatiku dan memberiku semangat dia sangat peduli denganku bahkan dia juga
menyukai cerpenku. Aku senang dia memberi perhatian seperti itu padaku.
Mendadak
mata kita saling bertemu, menatap satu sama lain dalam waktu yang lama hingga
akhirnya genggaman nya pada pundaku melemas hingga akhirnya terlepas dari
pundak ku. Padahal aku berharap tangan nya akan lebih lama lagi berada di
pumdaku dan aku akan merasakan kehangatan tangan nya.
“Thanks
Ren, kamu udah nasihatin aku” ucapan terima kasih pun tak tertahankan lagi
untuk diucapkan.
“Iya
sama-sama, aku dukung kamu terus kok” ucap nya sambil menunjukan senyuman itu
kembali, senyuman yang masih sama dari sebelum-sebelum nya.
Bel
masuk berbunyi, Sial! Kenapa waktu tak mendukung kedekatanku dengan Reno pagi
ini. Bisakah waktu berhenti sejenak agar aku bisa berlama-lama dengan nya. Reno
kembali, ketempatnya semula tanpa pamit. Kini aku hanya menatap punggung nya
dan memperhatikan setiap gerak-geriknya kembali.
Aku
berjalan menelusuri gedung sekolahku yang cukup luas melewati beberapa siswa
yang tengah melepas lelah setelah beberapa jam berkutat dengan buku pelajaran
nya masing-masing. Diam-diam aku mencari Reno sosok nya telah keluar kelas
lebih dulu sebelum aku. Nampak nya dia sangat terburu-buru sekali, aku berusaha
untuk tidak peduli kepadanya dan seolah-olah bersikap tidak perhatian kepadanya tapi hal itu nampak
nya sulit sekali.
Kini aku telah sampai digerbang
sekolah tapi apa daya aku tidak bertemu dengan Reno , hampir seluruh lingkungan
sekolah telah di telusuri tapi aku tak menemukan nya sama sekali. Aku sudah
lelah, mungkin dia benar-benar sudah pulang. Akupun memutuskan untuk pulang.
Selama perjalanan pulang, aku tak
henti-hentinya memikirkan Reno pikiranku tak pernah sedikit pun berhenti untuk
memikirkan nya. Sosokmua slalu menjadi hal yang wajib untuk dipikirkan. Kini
aku benar-benar jatuh cinta pada Reno. Kamu berhasil membuatku jatuh cinta,
tapi aku hanya memilih untuk diam dan tak menunjukan sedikit tindakan yang
menunjukan bahwa aku jatuh cinta padamu. Aku cukup bahagia saat ini, walaupun
aku hanya sekedar mengagumi mu aku
tetap merasakan sebuah kebahagiaan yang luar biasa.
‘Andai
kamu tahu perasaanku yang sebenarnya, apakah kamu tahu? aku slalu memikirkan mu
setiap saat. Apakah kamu juga melakuan hal yang sama sepertiku Ren?’ gumamku
dalam hati.
Esoknya, aku masuk kelas tidak
seperti biasanya. Pukul 06:45 aku baru saja sampai di sekolah. Biasanya aku
sampai di sekolah pukul 06:30 tapi kali ini aku kesiangan semalaman aku tidak
bisa tidur, karena aku slalu memikirkan Reno. Entah kenapa? Sosok nya slalu
menghantuiku setiap malam dan membuatku sulit tidur. Mungkin ini hanya gejala
jatuh cinta biasa. Kenapa Reno membuatku semakin bodoh.
Segera saja aku duduk di tempatku
seperti biasa. Aku melihat Reno dia tampak serius berkutat dengan buku-buku fisika nya. Aku tahu
benar tentang Reno, dia tidak begitu mahir dalam materi fisika yang diajarkan
pada bab ini. Sehingga dia serius belajar dan tidak menghiraukan kedatanganku.
Aku maklumi.
Hingga akhirnya bel masuk pun
menyadarinya akan kedatangan ku.
“Hai
aqila! Kapan kamu datang?” ucapnya
“hmm 20
menit yang lalu” ucapku tak menghilangkan senyuman untuknya.
“Maaf
aku tidak tau”
“Gak
papa kali, santai aja..”
“Aku
lanjut belajar yaa.” Ucapnya sambil membalikan badannya, tanpa menunggu
persetujuanku terlebih dulu. Ternyata aku mengetahui sesuatu hal yang baru dari
nya yaitu, wajahnya yang begitu menggemaskan ketika sedang serius.
Padahal
aku sangat ingin sekali menanyakan hal tentang kemarin,Tapi ku urungkan niatku
tersebut. Aku tak boleh terlalu peduli kepadanya, toh! Dia bukan siapa-siapa
ku. Tapi tetap saja aku tidak bisa. Rasa peduli ini tak bisa sedikit saja ku
sembunyikan. ‘maaf jika aku yang terlalu terobsesi kepadamu karna kamu yang
sudah menjadi bagian dalam hidupku yang menempati ruang kecil di hatiku’
Waktu
istirahat pun tiba, perutku sangat lapar karena pagi tadi aku belum sempat
sarapan. Kurogoh saku bajuku mengecek apakah ada beberapa lembar uang atau
tidak didalamnya. ‘Sial! Aku lupa meminta uang saku kemamah! Gimana nih perut
ku laper banget’ gumamku dalam hati.
“Aqila
kamu gak ke kantin” ucap Reisa salah satu teman dekat ku.
“hmm
engga deh, kamu duluan aja”
“Bener
nih? Oke aku duluan ya..” ucap nya sambil berlalu.
Apakah
jatuh cinta membuat ku sesial ini? Ya Tuhann.. kenapa hari ini aku sial sekali.
Perut ku semakin keras saja mengeluarkan bunyi-bunyi yang hanya dapat didengar
oleh ku. Aku menaruh kepala ku diatas meja, menahan rasa lapar yang semakin
menjadi. Ku lirik Reno yang masih sibuk memandangi buku-buku fisika nya. Aku
mendengus kesal, tak bisakah dia mengajak ku ke kantin dan mentraktir ku? Ahh
itu hanya imajinasi ku mungkin tidak dapat terjadi. Reno tidak mungkin
melakukan hal semacam itu.
“Ekhem”
suara itu menghancurkan lamunanku. Ku lirik sumber suara itu, ternyata Reno.
“Ah!
Ada apa, kamu mengagetkan lamunanku”
“Maaf.
Mau ke kantin? Aku laper nihh” Aku tak menyangka khayalan menjadi kenyataan.
“Hmm,
tapi..”
“Aku
traktir dehh” Dia baik sekali hari
ini. Aku mengangguk pelan.
Aku
sangat tertolong sekali, perut ku akan berteriak bahagia karna mendengar kabar
gembira ini. Perut ku akan segera terisi. Ternyata Keberuntungan telah datang
kepadaku.
“Mau
makan apa?” ucapnya ketika sesampainya di muka kantin yang begitu ramai.
“Terserah.
Kan kamu yang bayarin”
“Baso
mau?” aku hanya mengangguk.
Aku
memandangi nya dari sini, dia berjalan menuju gerobak baso yang tak begitu jauh
dari tempat ku memandangnya. Entah apa yang membuatku begitu nyaman ketika
memandangi mu diam-diam. Slalu muncul
perasaan yang tak bisa ku jelaskan satu persatu
ketika sedang mengamatimu, entah itu perasaan senang atau apalahh aku
tidak mengerti. Yang jelas aku sangat menikmatinya. Kini pandangan kita
bertemu, dia melempar senyum kepada ku. Betapa indah nya senyuman itu, lalu ku
balas dengan senyumanku lagi. Dia berjalan mendekatiku sambil membawa dua
mangkok baso yang tengah mengepul hangat diwajah nya. Diletakan nya dua mangkok
itu di atas meja dan bergegas duduk dihadapan ku. Kini aku bisa memandangi
wajah nya dengan jelas.
“Kenapa
ngelamun terus, ayo dimakan” suara nya membuyarkan lamunanku,
“Iya,
makasih ya Ren udah traktir aku makan baso. Kamu tau banget aku lagi tidak ada
uang” Raut muka nya terkejut.
“Ha?
Memangnya kamu gak dapet uang saku qil?”
“Yahh..”
“Aish
ko bisa?”
“Kamu
tau kan Ren, tadi pagi aku kesiangan aku lupa bawa dompet uang saku ku ada di
situ” dia terkekeh entah apa yang membuat nya tertawa seperti itu.
“Hhh
kamu ini kenapa bisa sampai kesiangan gitu sih”
Aku
melahap baso terakhirku sambil berbicara “Yaa aku tidakk bwisa tidur” dia
tertawa lagi.
“Telan
dulu baso nya baru ngomong, kan jadi belepotan.” Ucapnya sambil berdiri untuk mengambil
secarik tissue di hadapan nya dan
mengelapkan sisa makanan yang keluar dari mulutku. Dia mengelap pelan tissue
itu di sekitar mulutku . Aku memandang wajah nya yang begitu dekat dengan
wajahku, aku bisa merasakan deruan napasnya yang begitu berat. Kini mata nya
tak lagi terfokus pada tissue itu, tapi sekarang mata nya telah memandang ku.
Tatapan nya penuh arti, aku memandang dalam-dalam mata itu. Mencari apakah ada
sebuah rasa yang sama seperti rasa ku saat menatapnya. Dia terhenti sejenak,
menatapku lebih dalam dan akhir nya dia menghembuskan napas panjang lalu
mengalihkan wajah nya dari wajahku. Dia
kembali duduk menghabiskan sisa baso nya yang belum sempat ia habiskan.
Aku
hanya bisa diam, berharap dia juga merasakan sebuah rasa yang sama seperti ku tadi sehingga membuat nya salah
tingkah. Tapi aku hanya bisa berharap.
“Kamu
sudah selesai kan Aqila. Ke kelas lagi saja yuk” ajaknya
“Ayo”
Aku dan Reno pun berdiri, lalu berjalan menuju kelas.
Aku
kehilangan jejak mu lagi, kamu menghilang lebih cepat dari kemarin.Aku
mencarimu lagi seperti kemarin, dan sama seperti kemarin aku tidak melihatmu
lagi. Ku pikir sekarang aku bisa
mengulang kejadian saat jam istirahat waktu itu, tetapi kamu menghilang lagi.
Aku akan sangat bahagia sekali kalau saja kamu bisa mengantarku pulang. ‘Apakah
kamu tidak ingat bahwa aku tidak mempunyai uang saku Reno? Aku pulang naik
apa?’ Gumamku dalam hati.
Pundaku
di tepuk pelan, entah siapa yang melakukan itu. Aku menoleh kesamping melihat
tangan yang menepuk pundaku tadi lalu berlanjut melihat wajah nya
“Reno?”
mulutku yang menganga segera ku tutup. Wajahnya menampilkan senyuman itu lagi.
“Kamu
belum pulang? Sedang cari siapa” kenapa dia bisa mengatahui bahwa aku sedang
mencari seseorang.
“Ah!
Engga ko , gak nyari siapa-siapa”
“Bener?
Yaudah mau pulang bareng aku bawa motor, aku antar dehh” Lagi-lagi khayalanku menjadi nyata .Tak
terbayang adegan romantic seperti apa yang akan aku perankan saat aku
berbocengan dengan nya nanti.
“Nanti
ngerepotin kamu Ren” jawabku munafik, padahal aku sangat ingin menerima tawaran
nya itu.
“Kamu
mau pulang naik apa qila? Bukan nya kamu ga ada uang saku. Udah deh ayo naik
aja” tangan nya menarik ku. Kini tangan ku digenggam oleh tangan nya yang
dingin. Mata ku tertuju pada tanganku yang sedang digenggam nya itu. Lalu aku
pun melihat mata nya , mata kita saling bertemu lagi. Dalam beberapa detik Reno
mengerjap dan memalingkan pandangan nya ke arah lain. Entah kenapa matanya tak
ingin menatap mataku lagi.
“Mau
naik nggak” tawarnya sekali lagi aku membalasnya dengan sekali anggukan dan
muka datar ku. Lalu aku menaiki motor maticnya dan menempatkan ku pada posisi
yang nyaman. Reno kembali memutar kunci motornya, lalu berlalu meninggalkan
sekolah.
Selama
perjalanan tak ada pembicaraan yang muncul dari mulutku maupun Reno. Kita
membisu.Semua nya sibuk dengan pikiran masing-masing. Entah karena kejadian
tadi atau Reno yang kesal karena terlalu lama untuk sekedar membujuku agar
menaiki motornya. Entahlah, aku menjadi sangat bersalah padanya
Tiba-tiba
lamunan ku buyar. Reno mendadak menekan rem nya. Aku reflek merangkul pinggang
nya agar aku tidak terjatuh. Tanganku merangkul nya erat-erat sampai tak sadar
aku telah menggenggam erat seragam nya hingga lusuh.
“Sorry
ada yang nyelip tiba-tiba aku kaget jadi ngerem mendadak. Maaf ya” ucapnya
sambil menjalankan kembali motornya, wajah nya sedikit memerah mungkin karna
emosi nya naik.
“Iya
gak papa aku ngertiin ko”
“Bagus
kalo gitu kamu gak papa kan?”
“Enggak
papa kok , kamu?”
“Gak
papa, Cuma kaget aja”
“Iya
sama aku juga”
“Untung
aja gak papa “
Suasana
yang sedari tadi sepi, kini berubah. Dia terus mengajak ku mengobrol, aku terus
menanggapinya walaupun suara nya tidak jelas karna beradu dengan suara
kendaraan lain yang berisik, tak apalah yang penting aku bisa mengobrol dengan
nya lagi.
Reno
membelokan stir nya memasuki sebuah gang. Hampir satu belokan lagi rumahku akan
terlihat. Aku tak sadar, lenganku masih nyaman merangkul pinggangnya. Tak ada
sedikitpun penolakan dari Reno sedari tadi. ‘Apakah dia merasakan nyaman,
disaat – saat seperti tadi? Ku harap, iya’ gumam ku sendiri.
Motornya
tiba-tiba berhenti, perlahan rangkulan ku pada pinggang nya merenggang dan
akhirnya terlepas. Aku melihat sekeliling rumah bercat putih itu. Kemudian aku
turun dari motor dan membenarkan tatanan rambutku.
“Gak usah dirapihin lagi juga udah cantik ko”
tangan nya menyentuh lembut rambutku lalu mengacaknya lembut hingga rambutku
makin berantakan karenanya.
“Ih!
Apaan sih Ren, rambut aku kan jadi berantakan lagi” rengengku
“Kan
aku udah bilang, kamu acak-acakan aja sudah cantik. Jadi gak usah dirapihin
lagi.” Ucapnya membuatku mengulum senyum diam-diam.
“Sejak
kapan kamu mulai gombal” aku terkekeh.
“Sejak
tadi” Reno pun ikut tertawa. Hari ini dia telah sukses membuatku melayang
beberapa kali. Aku harap kamu tak pernah menjatuhkan aku lagi.
“Ah
dasarr!” ucapku sambil menarik hidung nya sampai memerah.
“Aww!
Sakit taukk” ucapnya meringis kesakitan. “Udah masuk gih, aku pulang duluan
ya.” Kunci nya kembali di putar mesin motornya oun kembali berbunyi.
“Ati– ati
Ren” ucapku sambil melambaikan tangan sat dia berlalu meninggalkan ku. Akupun
membalik badan dan berlari memasuki rumah.
Aku
menutup pintu kamarku lalu menghempaskan tubuhku diatas kasur yang membuatku
beberapa kali terguncang. Senyumku lagi-lagi mengembang, jatuh cinta memang
indah sekalipun hanya mencintainya dam-diam. Tapi aku tetap merasakan rasa
senang nya. Sikapnya kepadaku begitu manis. Aku diperlakukan seperti kekasih nya
sendiri, kau beri perhatian , sentuhan lembut dan kenyamanan yang begitu
membekas. Apakah aku boleh berprasangka bahwa kamu memilki perasaan yang sama
sepertiku ? Semua itu telah cukup menunjukan tanda-tanda adanya perasaan mu
kepadaku.
Aku
bangkit menuju meja belajarku kemudian
mengambil buku diary ku dilaci lalu duduk sambil melamun aku memikirkan mu. Aku
memikirkanmu setiap saat, meningat setiap kejadian indah, lalu mencatat nya
dalam buku bersampul merah muda ini. Aku merangkainya menjadi cerita.Jika novel
ku dinovelkan mungkin akan terbagi lebih dari 10 bab. Buku ini adalah saksi
kisahku dari awal hingga aku memilih untuk jatuh cinta diam-diam kepadamu.
Begitu banyak perasaan jika aku membacanya dari awal. Semua perjuanganku tampak
jelas tergambar menjadi perpaduan kisah yang indah.
Aku
masih ingat,dulu kau begitu mengacuhkan kehadiran ku, kamu berusaha menghindar
agar tidak mengenalku. Aku slalu mengejarmu selagi aku masih bisa. Tapi kamu
selalu menjauh. Betapa bodoh nya aku saat itu, mengejar seseorang yang tak
pernah melirik ku sedikit pun. Tapi itulah cinta yang mampu membuat siapa saja
menjadi bodoh saat mengenal apa itu cinta. Dulu dia tak pernah sedikitpun
senyum pada ku. Kamu tak pernah
menyapaku, tapi sekarang? Kamu slalu menyapaku tiap pagi. Entah apa yang
membuat seorang Reno berubah drastis dari sikap dulu nya. Aku tak peduli yang
terpenting aku bisa menikmati hari-hari ku bersamanya, aku menganggap semua ini
adalah buah dari perjuangan ku dulu. Walaupun tak ada status yang tercantum,
dalam hubungan kita selama ini. Kau hanya meganggapku seorang teman dekat. Iya,
hanya teman tidak lebih.
Pukul 06:00 pagi aku sudah duduk
ditempat ku seperti biasa. Tak banyak orang yang sudah datang. Kelas ini masih
kosong, hanya aku yang sudah datang. Aku menunggu sosok Reno datang, seharusnya
dia sudah datang tapi kenapa belum juga datang. Untuk mengusir rasa jenuh ku,
aku mengambil buku diary. Menuliskan semua curahan hati yang tak pernah ku
ungkapkan sedikitpun ke orang lain. Sesekali aku melihat pintu untuk memastikan
apakah Reno sudah datang atau belum. Apakah dia sakit? Terjebak macet?
Kesiangan?. Aishh aku sangat khawatir sekali. Perasaanku mulai resah, aku takut
ada sesuatu yang terjadi padanya, 10 menit lagi bel masuk berbunyi.
Setelah beberapa menit aku menunggu,
rasa khawatirku mulai reda. Aku melihatnya sedang berlari menuju kelas.
Wajahnya tampak pucat sekali,kembali rasa khawatir ku muncul. Dia telah
memasuki kelas dengan wajahnya yang tak seceria kemarin.
“Ren, kamu gak papa?” Tanyaku
khawatir.
“hah hah… iyahh aku gak papa hah”
jawabnya dengan nafas yang masih tersengal-sengal.
“T-tapi muka kamu pucet Ren”
Reno diam tak menjawab lagi. Kenapa
dia? Hatiku merasa ada yang mengganjal.
Tiba-tiba saja bel masuk.
Akhirnya istirahat juga, aku melirik
Reno wajah nya masih pucat. Aku memutuskan untuk menghampirinya.
“Kamu sakit” ucapku sambil
menempelkan telapak tangan ku di dahinya.
“Aku kan udah bilang. Aku gak
apa-apa aqila!!!!” jleb.Dia ngebentak aku. Dia marah,mungkin memang tak
seharusnya aku berlebihan seperti itu.
“maaf” aku berlari meninggalkan
kelas, air mata ku mengalir dengan deras. Tak henti-henti nya aku menyeka air
mata. Entah kemana aku ingin berlari, aku bingung. Aku hanya mengikuti kaki ku
berlari. Kini aku tak lagi berlari. Aku berhenti di taman belakang sekolah yang
sangat sepi. Aku duduk di kursi.
Bodoh! Aku memang sangat bodoh.
Menunjukan rasa peduliku yang berlebihan padahal aku bukan siapa-siapa nya. Aku
memang salah , aku menatap seseorang yang tidak menatapku juga. Kini aku
mengerti, aku tak harus mengungkapkan perasaan ini, Karena aku… sudah tau
jawaban apa yang akan kamu ucapkan. Dia tak merasakan apa yang aku rasakan. Aku
tahu Ren. Kamu yang slalu kuharap akan menjadi masa depanku, ternyata harapanku
salah ren. Kamu bukan masa depanku.
Aku menyeka air mataku. Lalu kembali
berdiri menuju kelas. Perasaanku masih berantakan. Sebenarnya aku ingin pulang,
menangis dipojokan kamar. Itu akan membuatku membaik daripada harus kembali ke
kelas dan bertemu dengan Reno lagi. Itu akan membuatku kembali mengingat
bentakan yang dia lontarkan tadi. Dan merasakan sakit nya lagi. Kini aku sudah
didepan kelas. Aku melirik ke meja nya. Tidak ada? Kemana dia. Tas nya pun tak
ada. Apakah dia pulang.
“Reisa, Reno kemana?” tanyaku pada
reisa saat dia hendak keluar.
“Kamu gak tau qil?” aku menggeleng.
“Dia barusan pingsan, trus dibawa ke ruang UKS te..” ucapan nya kupotong
“Terus dia dimana?”
“Makanya dengerin dulu dong. Terus
dia sadar lalu langsung pulang”
“Pulang?” Reisa mengangguk. “Makasih
ya”
Sebenarnya Reno sakit apa sih?
Walaupun kamu sudah membentaku. Aku tetap saja masih perhatian pada mu Reno.
Aku tak peduli betapa sakit nya mencitaimu seperti ini. Tapi jujur saja, aku
masih tetap mencintaimu. Walaupun rasanya sakit.
Setelah bel pulang, aku menanyakan beberapa hal tentang
Reno pada teman dekatnya. Aku sangat khawatir Ren. Apakah kamu baik-baik saja?
“Dio!” sapa ku saat dia hampir saja menjalankan motornya
untuk meninggalkan kelas.
“Ada apa?” jawabnya jutek.
“Kamu deket sama Reno kan”
“Yaa” jawabnya singkat.
“Kalau aku boleh tau, Dia sakit apa?”
“Aku tidak tahu tentang penyakitnya, dia tidak pernah
menjawab pertanyaan ku tentang penyakitnya itu”
“Dia punya penyakit?” Dio
mengangguk. “Kamu tahu rumah nya?” aku memutuskan untuk pergi kerumah nya, dia
mengasih alamat Rumah Reno.
“Kalau boleh tau, kamu suka sama Reno??” Tanya nya penuh
tanda Tanya. Aku terkejut, mendengar pertanyaan nya itu.
“Ahh.. engga kok” ucapku kebingungan.
“Lalu… kenapa kamu menangis saat Reno membentak mu waktu
istirahat?” pertanyaan nya semakin membuatku bingung.
“A-aku gak nangis” matanya menyipit, seperti menyelidiki
sesuatu. “Yaudah, makasih ya” akupun segera pergi dari hadapannya menuju Rumah
Reno.
Dalam perjalanan menuju rumah Reno,
aku merasaka seusuatu yang tidak enak. Hatiku seperti ,merasakan apa yang dia
rasakan. Ah.. tapi tidak mungkin. Mana mungkin aku merasakan hal yang sama
dengan Reno.
Akhirnya, alamat Rumah Reno yang
diberi Dio telah ku temukan. Ku pandangi sejenak Rumah tersebut. Sebuah rumah
yang menurutku , tempat tinggal orang kaya. “Aku gak salah alamat kan”
kupandangi lagi alamat yang ditulis dikertas. Akhirnya akupun berjalan
mendekati pagar. Kutekan tombol bel nya. Tak lama kemudian muncul seorang
ibu-ibu yang menyampirkan lap di pundaknya, pasti ini pembantunya.
“Maap neng nyari siapa?”
“hmm, saya nyari Reno dia ada
dirumah?”
“nggg anu neng, Mas Reno masuk rumah
sakit”Sebenernya Reno sakit apa sihh.
“Masuk rumah sakit? Dia sakit apa
bu”
“Sebaiknya neng, kerumah sakit aja
sekarang” wajah nya penuh dengan rasa ketakutan. Ibu itu memberi alamat Rumah
sakit nya. LAngsung saja aku menyetop taxi.
Apa mungkin, Reno punya penyakit.
Sakit apa? Separah apa? Bukankah kamu tak pernah mengalami sakit seperti ini.
Kamu selalu ceria, tersenyum , tertawa bersama. Tapi sekarang? Seperti ada yang
merenggut semua kebahagian mu Reno. Dimana, dimana kamu yang kemaren. Tak
disangka , aku meneteskan air mata lagi.
Aku menyeka air mataku. Taxi yang aku tumpangi telah berhenti didepan
Rumah Sakit tempat Reno dirawat. Aku menghela napas panjang, berharap tak akan
terjadi apa-apa pada Reno. Aku berjalan menelusuri papan nama yang terpajang di
atas pintu-pintu setiap kamar dirumah sakit ini.Aku mencari ruangan reno
dirawat. Yah aku menemukan nya. Ku percepat langkah ku agar aku bisa cepat
bertemu dengan nya. Aku tidak membawakan sesuatu untuknya. Aku sangat Lupa.
Mungkin besok aku akan membawakan sesuatu.
Siapa, seorang yang ditutup kain
putih itu. Bukan kah ini ruangan Reno? Ini memang ruangan Reno. Aku diam
mematung, aku merasa tak ada lagi yang bisa kuperbuat. Aku tak sanggup lagi
untuk berdiri. Cubit aku tuhan!pukul aku! Sadarkan aku dari mimpi buruk ini ,
Sadarkan aku!
Aku menghampiri, seseorang itu. Aku
ingin memasktikan bahwa ini hanyalah mimpi bukan kenyataan. Aku membuka kain
penutupnya. Pelan-pelan aku melihat jelas wajahnya.Dan ternyata,itu memang
benar Reno. Kenapa Tuhan melakukan ini!
Tuhan memang tidak adil kepadaku, kenapa Tuhan tidak mengizinkan aku untuk
bersamanya kenapa Tuhan mengambil nya. “Renoooo!” aku memeluknya, ini pertama
kali nya aku memelukmu ren. Air mataku deras mengalir membasahi pipiku. Aku
menangis sejadi-jadinya. Hingga akhirnya, aku merasakan ada seseorang yang
menepuk pundaku. Aku menoleh, seorang wanita tua, tengah berdiri disampingku.
Entah itu siapa.
“Kamu Aqila?” aku mengangguk. “Saya
mamahnya Reno,dia slalu cerita tentang kamu qila” air matanya hampir jatuh,
matanya berkaca-kaca hingga akhirnya diapun menangis juga. “Tante gak nyangka
kenapa Reno ninggalin kita secepat ini”
“Aku juga gak percaya tante, padahal
aku baru saja dekat dengan Reno”
“Dua tahun yang lalu, Reno mempunyai
tumor diotak nya, itu yang membuatnya tidak ingin mengenal siapapun dikelasnya
termasuk kamu. Reno menjauh, dari semua temannya disekolah maupun dirumah,
hingga akhirnya Reno dioprasi dan dia dinyatakan sembuh, Tante bisa bernafas
lega saat itu. Dia mulai bergaul dengan teman nya, termasuk bisa dekat dengan
kamu.Tapi akhir-akhir ini, dia sering merasa kesakitan dan pusing, Tapi dia
memaksakan untuk kesekolah lalu akhirnya dia pingsan ditengah pelajaran dan langsung
dilarikan kerumah sakit,Dan akhirnya dia harus meninggalkan kita untuk
slama-lamanya.” Air matanya terus mengalir. Entah, apa yang harus saya perbuat
selain menangis. Haruskah aku mengikhlaskan kepergian nya?
Hari ini hari pemakaman nya, jika
aku boleh meminta. Bisakah kau menghidupkan nya lagi Tuhan? Aku belum
mengungkapkan perasaanku. Cintaku dibawa mati oleh nya.
“Ren kenapa kamu pergi secepat ini?
Aku gak nyangka akan mengalami hal seperti ini. Bukankah kita baru saja
berkenalan Ren? Tetapi kau langsung pergi begitu saja. Tapi ada hal yang harus
kamu tau, bahwa aku cinta pada mu, aku yang slalu mengamati mu diam-diam dari
belakang dan mengamati setiap gerak-gerikmu, hingga akhirnya aku memilih untuk
jatuh cinta diam-diam padamu. Tapi kau malah memilih pergi diam-diam”
Mungkin, ini yang terbaik. Agar kita
tidak sama-sama merasakan sakit. Tuhan memang tidak mentakdirkan kita untuk
bersama. Cinta ini, memang cinta yang tak mungkin.